PB PII Adakan Paket Program Nasional
Fadlan F Noor (Kabid Komunikasi Ummat PB PII) |
CIANJUR, Parahyangan-Post.com – Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) menyelenggarakan Paket Program Kegiatan Nasional, antara lain Training Of Trainiers (ToT) Pelajar Berintegritas, Character Development serta Pelatihan Jurnalitisk dan Penyiaran Radio (Broadcasting).
Acara yang di gelar dari tanggal 17 s/d 20 Oktober 2013, dipusatkan di Wisma Khadimul Ummah, Cipanas, Cimacan (Puncak), Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kegiatan tersebut didukung oleh Kementrian Pemuda dan Olah Raga R.I, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI).
Menurut, Helmi, salah satu dari tim panitia, bahwa kegiatan ini diikuti oleh para pengurus PII dari tingkat wilayah, dimana masing-masing wilayah mengirim, utusan minimal 2 (dua) orang perwakilannya. Sedikitnya 13 utusan dari wilayah hadir, mengikuti rangkaian kegiatan tersebut.
Berbagai materi diberikan oleh instruktur dari bidangnya masing-masing, sesuai kegiatan tersebut.
Menurut Helmi, diharapkan duta-duta dari wilayah yang sudah mengikuti pelatihan ini bisa menshare/membagikan ilmu dan pengalamanya kepada kader-kader PII di wilayahnya masing-masing. Lebih lanjut,Hemi juga menegaskan bahwa pentingnya setiap pelajar memahami dan menjalankan arti pentignya ‘Pelajar Berintegritas’, dalam kesehariannya.
Diakui Helmi, dalam situasi dan konsisi seperti saat ini, tantangannya begitu besar, ini menjadi tanggung jawab kita semua, disini perlunya kita menjalin kerjasama dengan berbagai pihak.
Sementara itu menurut, Fadlan, tim panitia yang bertanggung jawab dalam kegiatan pelatihan jurnalistik, mengatakan bahwa pelatihan jurnalistik ini atas kerjasama Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII), Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI), dan didukung oleh media partnerAliansi Radio Islam Indonesia (ARIN), Parahyangan-Post.com, Indoleader.com dan Kantor Berita MINA. Sebagai tindak lanjut pelatihan ini, lanjut Fadlan, diharapkan kader-kader PII mampu menuliskan reportase dari wilayahnya masing-masing, untuk berbagi kegiatan seputar PII, maupun hal lainya.
“PII sendiri, lanjut Fadlan sudah memiliki portal berita www.pelajarislamindonesia.com, namun karena masih kurangnya SDM yang memiliki pengetahuan tentang jurnalistik, sampai saat ini portal tersebut masih belum berkebang sesuai dengan yang diharapkan, mudah-mudahan dengan adanya pelatihan jurnalistik seperti ini, kedepan dari masing-masing wilayah maupun daerah, bisa lebih aktif memberikan konstribusi liputan dari wilayah/daerahnya masing-masing,”jelas Fadlan.
Senada dengan Fadlan, Ketua Umum PJMI, Muhammad Anthoni, menyambut baik dan sangat senang dengan adanya pelatihan, kerjasma dengan PB PII.
“Ini sebagai bentuk kaderisasi, tidak saja bagi PII, tetapi juga bagi PJMI, “jelas Muhammad Anthoni. Lebih lanjut Ketua Umum PJMI, berharap ada tindak lanjut dari pelatihan ini, kedepan. Kader-kader PII, lanjut Anthoni, harus mampu menulis, baik itu dalam bentuk reportase yang terkait dengan kegiatan PII itu sendiri, maupun penulisan kreatif lainya. “Wadah untuk menyalurkan tulisan dari kader-kader PII sudah tersedia, sebagaimana tersebut diatas, ”jelas Ketua Umum PJMI.
Selain materi jurnalistik dan broadcasting penyiaran radio dalam pelatihan jurnalistik tersebut tim dari ARIN sebagai pemateri, juga memberikan materi tentang social media dan citizen journalism.
Sekilas Tentang Pelajar Islam Indonesia (PII) :
Pelajar Islam Indonesia (PII) didirikan di kota perjuangan Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 1947. Para pendirinya adalah Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan Ibrahim Zarkasji.
Salah satu faktor pendorong terbentuknya PII adalah dualism sistem pendi-dikan di kalangan umat Islam Indonesia yang merupakan warisan kolonialisme Belanda, yakni pondok pesantren dan sekolah umum. Masing-masing dinilai memiliki orientasi yang berbeda. Pondok pesantren berorientasi ke akhirat sementara sekolah umum berorientasi ke dunia. Akibatnya pelajar Islam juga terbelah menjadi dua kekuatan yang satu sama lain saling menjatuhkan. Santri pondok pesantren menganggap sekolah umum merupakan sistem pendidikan orang kafir karena produk kolonial Belanda. Hal ini membuat para santri menjuluki pelajar sekolah umum de-ngan "pelajar kafir". Sementara pelajar sekolah umum menilai santri pondok pesantren kolot dan tradisional; mereka menjulukinya dengan sebutan "santri kolot" atau santri “teklekan".
Pada masa itu sebenarnya sudah ada organisasi pelajar, yakni Ikatan Pelajar Indonesia (IPI). Namun organisasi tersebut dinilai belum bisa menampung aspirasi santri pondok pesantren. Merenungi kondisi tersebut, pada tanggal 25 Februari 1947 ketika Yoesdi Ghozali sedang beri'tikaf di Masjid Besar Kauman Yogyakarta, terlintas dalam pikirannya, gagasan untuk membentuk suatu organisasi bagi para pelajar Islam yang dapat mewadahi segenap lapisan pelajar Islam. Gagasan terse-but kemudian disampaikan dalam pertemuan di gedung SMP Negeri 2 Secodining-ratan, Yogyakarta. Kawan-kawannya yang hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain: Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan Ibrahim Zarkasji, dan semua yang hadir kemudian sepakat untuk mendirikan organisasi pelajar Islam.
Hasil kesepakatan tersebut kemudian disampaikan Yoesdi Ghozali dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), 30 Maret-1April 1947. Karena banyak peserta kongres yang menyetujui gagasan tersebut, maka kongres kemudi-an memutuskan melepas GPII Bagian Pelajar untuk bergabung dengan organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk. Utusan kongres GPII yang kembali ke daerah-daerah juga diminta untuk memudahkan berdirinya organisasi khusus pelajar Islam di daerah masing-masing.
Menindaklanjuti keputusan kongres, pada Ahad, 4 Mei 1947, diadakanlah per-temuan di kantor GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta. Pertemuan itu dihadiri Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani dan Amien Syahri mewakili Bagian Pelajar GPII yang siap dilebur di organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk, Ibrahim Zarkasji, Yahya Ubeid dari Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS), Multazam dan Shawabi dari Pergabungan Kursus Islam Sekolah Menengah (PERKISEM) Surakarta serta Dida Gursida dan Supomo NA dari Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia (PPII) Yogyakarta. Rapat yang dipimpin oleh Yoesdi Ghozali itu kemudian memutuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) tepat pada pukul 10.00, 4 Mei 1947.
Untuk memperingati momen pembentukan PII, maka setiap tanggal 4 Mei di-peringati sebagai Hari Bangkit PII (HARBA PII). Hal ini karena hari itu dianggap sebagai momen kebangkitan dari gagasan yang sebelumnya sudah terakumulasi, sehingga tidak digunakan istilah hari lahir atau hari ulang tahun.
Tujuan :
PADA mulanya tujuan PII adalah, "Kesempurnaan pendidikan dan pengajaran bagi seluruh anggotanya." Dalam Kongres I PII, 14-16 Juli 1947 di Solo tujuan tersebut diperluas menjadi "Kesempurnaan pengajaran dan pendidikan yang sesuai dengan Islam bagi Republik Indonesia." Akhirnya tujuan tersebut semakin universal dengan perubahan lagi pada Kongres VII tahun 1958 di Palembang menjadi "Kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi segenap rakyat Indonesia dan umat manusia." Rumusan tujuan PII hasil Kongres VII tersebut yang digunakan sampai sekarang ini sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar (AD) PII Bab IV pasal 4.
Tugas Pokok, Fungsi dan Usaha:
Pelajar Islam Indonesia mempunyai tugas pokok melaksanakan pelatihan, taklim dan kursus bagi para pelajar Islam guna menumbuhkan kader umat dan kader bangsa yang berkepribadian muslim, cendekia dan memiliki jiwa kepemimpinan (AD Bab V Pasal 5). Sementara itu, organisasi ini berfungsi sebagai wadah pembinaan kepribadian muslim, penghantar sukses studi, sarana berlatih dan alat perjuangan bagi pelajar Islam (AD Pasal 6).
Untuk mewujudkan tujuannya, PII bergerak secara independen di bidang pen-didikan, kebudayaan dan dakwah. Adapun usaha yang dilakukan PII –sesuai dengan Bab VI Pasal 7, adalah :
1. Mendidik anggotanya untuk menadi orang yang bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Mengembangkan kecerdasan, kreativitas, ketrampilan, minat dan bakat anggotanya.
3. Mendidik anggotanya untuk memiliki dan memelihara jiwa independen/mandiri dan kesanggupa berdiri sendiri tanpa ketergantungan kepada orang lain.
4. Mendidik mental dan menumbuhkanapresiasi keilmuan serta kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi anggotanya.
5. Membina anggota menjadi pribadi-pribadi yang tangguh dan cakap dalam mengelola arus informasi global dunia serta menangkal dampak negatif produk-produk budaya asing dan arus informasi global tersebut.
6. Membantu dalam pemenuhan minat dan kebutuhan serta mengatasi problematika pelajar.