cerita legenda Telaga Warna
Jaman dahulu ada
sebuah kerajaan di Jawa Barat bernama Kutatanggeuhan. Kutatanggeuhan
merupakan kerajaan yang makmur dan damai. Rakyatnya hidup tenang dan
sejahtera karena dipimpin oleh raja yang bijaksana. Raja
Kutatanggeuhan bernama Prabu Suwartalaya dan permaisurinya bernama
Ratu Purbamanah. Sayang Prabu dan Ratu belum dikaruniai keturunan
sehingga mereka selalu merasa kesepian. Rakyat pun sangat
mengkhawatirkan keadaan ini, karena siapa yang akan menggantikan
Prabu dan Ratu kelak?
Akhirnya Raja
memutuskan untuk bersemedi. Dia pergi ke gunung dan menemukan sebuah
gua. Disanalah dia bersemedi, berdoa kepada Tuhan supaya dikaruniai
keturunan. Setelah berhari-hari Prabu Suwartalaya berdoa, suatu hari
tiba-tiba terdengar suara gaib.
“Benarkah kau menginginkan keturunan Prabu Suwartalaya?” kata suara gaib tersebut.
“Ya! Saya ingin sekali memiliki anak!” jawab Prabu Suwartalaya.
“Baiklah! Doamu akan terkabul. Sekarang pulanglah!” kata suara gaib.
“Benarkah kau menginginkan keturunan Prabu Suwartalaya?” kata suara gaib tersebut.
“Ya! Saya ingin sekali memiliki anak!” jawab Prabu Suwartalaya.
“Baiklah! Doamu akan terkabul. Sekarang pulanglah!” kata suara gaib.
Maka Prabu
Suwartalaya pun pulang dengan gembira. Benar saja beberapa minggu
kemudian, Ratu pun mengandung. Semua bersuka cita. Terlebih lagi
ketika sembilan bulan kemudian Ratu melahirkan seorang putri yang
cantik. Dia diberi nama Putri Gilang Rukmini. Prabu Suwartalaya
mengadakan pesta yang meriah untuk merayakan kelahiran putri mereka.
Putri Gilang Rukmini pun menjadi putri kesayangan rakyat
Kutatanggeuhan.
Beberapa tahun telah
berlalu, putri Gilang Rukmini tumbuh menjadi gadis yang cantik
jelita. Sayang putri Gilang Rukmini sangat manja dan berperangai
tidak baik, mungkin karena Prabu dan Ratu sangat memanjakannya.
Maklumlah anak semata wayang. Apapun yang diminta oleh putri pasti
segera dituruti. Jika tidak putri akan sangat marah dan bertindak
kasar. Namun rakyat tetap mencintainya. Mereka berharap suatu hari
perangai putri akan berubah dengan sendirinya.
Seminggu lagi putri
Gilang Rukmini akan berusia tujuh belas tahun. Prabu Suwartalaya akan
mengadakan pesta syukuran di istana. Semua rakyat boleh datang dan
memberikan doa untuk putri Gilang Rukmini. Rakyat berkumpul dan
merencanakan hadiah istimewa untuk putri kesayangan mereka. Akhirnya
disepakati bahwa mereka akan menghadiahkan sebuah kalung yang sangat
indah. Kalung itu terbuat dari emas terbaik dan ditaburi batu-batu
permata yang beraneka warna. Maka rakyat dengan sukarela menyisihkan
uang mereka dan mengumpulkannya untuk biaya pembuatan hadiah
tersebut. Mereka memanggil pandai emas terbaik di kerajaan untuk
membuatnya.
Akhirnya hari yang
ditunggu-tunggu datang juga. Rakyat berduyun-duyun datang ke halaman
istana tempat pesta ulang tahun putri Gilang Rukmini diadakan. Di
depan istana sudah berdiri sebuah panggung yang megah. Rakyat
bersorak-sorai saat Prabu dan Ratu menaiki panggung. Apalagi ketika
akhirnya putri Gilang Rukmini keluar dari istana dan melambaikan
tangannya. Rakyat sangat gembira melihat putri yang cantik jelita.
Pesta pun berlangsung dengan meriah.
Kini tiba saatnya
rakyat mempersembahkan hadiah istimewa mereka. Mereka memberikan
kotak berisi hadiah itu kepada putri Gilang Rukmini. Prabu
Suwartalaya membuka kotak tersebut dan mengeluarkan kalung beraneka
warna yang sangat indah dan memberikannya kepada putri Gilang
Rukmini. putri Gilang Rukmini memandang kalung itu dengan kening
berkerut. Prabu Suwartalaya memandang putrinya, “Ayo nak, kenakan
kalung itu! Itu adalah tanda cinta rakyat kepadamu. Jangan kecewakan
mereka nak!”
“Iya putriku. Kalung itu sangat indah bukan. Ayo kenakan! Biar rakyat senang,” kata Ratu Purbamanah.
“Bagus apanya? Kalung ini jelek sekali. Warnanya norak, kampungan! Aku tidak mau memakainya!” teriak putri Gilang Rukmini.
Dia membanting kalung itu ke lantai hingga hancur. Prabu Suwartalaya, Ratu Purbamanah dan rakyat Kutatanggeuhan hanya bisa tertegun menyaksikan kejadian itu. Lalu tangis Ratu Purbamanah pecah. Dia sangat sedih melihat kelakuan putrinya. Akhirnya semua pun meneteskan air mata, hingga istana pun basah oleh air mata mereka. Mereka terus menangis hingga air mata mereka membanjiri istana, dan tiba-tiba saja dari dalam tanah pun keluar air yang deras, makin lama makin banyak. Hingga akhirnya kerajaan Kutatanggeuhan tenggelam dan terciptalah sebuah danau yang sangat indah.
“Iya putriku. Kalung itu sangat indah bukan. Ayo kenakan! Biar rakyat senang,” kata Ratu Purbamanah.
“Bagus apanya? Kalung ini jelek sekali. Warnanya norak, kampungan! Aku tidak mau memakainya!” teriak putri Gilang Rukmini.
Dia membanting kalung itu ke lantai hingga hancur. Prabu Suwartalaya, Ratu Purbamanah dan rakyat Kutatanggeuhan hanya bisa tertegun menyaksikan kejadian itu. Lalu tangis Ratu Purbamanah pecah. Dia sangat sedih melihat kelakuan putrinya. Akhirnya semua pun meneteskan air mata, hingga istana pun basah oleh air mata mereka. Mereka terus menangis hingga air mata mereka membanjiri istana, dan tiba-tiba saja dari dalam tanah pun keluar air yang deras, makin lama makin banyak. Hingga akhirnya kerajaan Kutatanggeuhan tenggelam dan terciptalah sebuah danau yang sangat indah.
Kini danau itu masih
bisa kita temui di daerah Puncak, Jawa Barat. Danau itu dinamakan
Telaga Warna, karena jika hari cerah, airnya akan memantulkan cahaya
matahari hingga tampak berwarna-warni. Katanya, itu adalah pantulan
warna yang berasal dari kalung putri Gilang Rukmini.
0 comments:
Post a Comment